Mendengar kata fisika, apa yang ada di benak kita?
Most student hate this subject. Dan dulu aku salah satu dari
mereka.
Sejak SMP aku sangat membenci fisika. Alasannya cukup simpel,
aku tidak tau bagaimana menggunakan rumus. Sementara rumus itu dasar
dari pelajaran ini.
Setiap kali guru fisika masuk, aku pasti bermandikan keringat dingin. Aku takut... takut aku yang ditunjuk mengerjakan soal, atau takut ditanya dan tidak bisa menjawab. Kalau itu sampai terjadi, ahh... betapa malunya di depan teman-teman.
Setiap akan ulangan aku selalu menangis lebih dulu karena pikiran was-was remedial.
Saat itu aku merasa, fisika adalah beban berat dan musuh bebuyutanku.
Setiap kali guru fisika masuk, aku pasti bermandikan keringat dingin. Aku takut... takut aku yang ditunjuk mengerjakan soal, atau takut ditanya dan tidak bisa menjawab. Kalau itu sampai terjadi, ahh... betapa malunya di depan teman-teman.
Setiap akan ulangan aku selalu menangis lebih dulu karena pikiran was-was remedial.
Saat itu aku merasa, fisika adalah beban berat dan musuh bebuyutanku.
***
Masuk SMA, aku kembali berhadapan dengannya. Malah, jauh lebih
sulit.
Aku selalu remedial. Aku merasa, belajar berkali-kali pun, menghafalkan rumus sebanyak apapun, dibaca berulang kalipun, aku tetap tidak bisa!!! Aku mulai bertanya-tanya, apa pintar fisika itu bawaan sejak lahir?
Aku selalu remedial. Aku merasa, belajar berkali-kali pun, menghafalkan rumus sebanyak apapun, dibaca berulang kalipun, aku tetap tidak bisa!!! Aku mulai bertanya-tanya, apa pintar fisika itu bawaan sejak lahir?
“Kenapa harus ada pelajaran fisika di dunia ini???”
Itu teriakan hatiku kala itu. Dan aku yakin juga teriakan hati
teman-temanku yang bernasib sama sepertiku. Nilai fisikaku selalu pas-pasan (yang
berarti rendah). Aku mulia jenuh dengan penghias nilai tujuh di raporku itu. Akhirnya aku bertekad, jika
aku tidak bisa menguasai fisika dalam tahun pertama SMA, aku berniat pindah ke
kelas IPS saja.
Allah memilihkanku jalan. Dengan system sekolah, diputuskan angkatanku tidak punya satupun kelas IPS. Means… mau tidak mau aku harus masuk IPA. Dan, aku harus mulai menerima keberadaan fisika di sisiku lagi.
Ketika Allah memilihkan jalan yang tidak sesuai keinginan,
percayalah Dia telah menyusun skenario yang lebih indah
***
Menginjak kelas tiga, aku terus terbayangi
oleh pikiran tidak lulus UN karena fisikaku dibawah lima. Ah, tidak! Tidak! Aku
harus lulus UN. Aku bisa bunuh diri jika tidak lulus. Aku tidak bisa membiarkan
fisika membunuhku.
Akhirnya, buku fisika jadi teman sejatiku. Selalu kubawa
kemana-mana. Belajar olahraga, aku pasti bawa buku fisika. Aku akan membaca
teori dasarnya sambil menunggu giliranku praktik. Aku membuat daftar buku-buku fisika
yang akan kupinjam di perpus dan kubaca di setiap waktu luang. Setiap malam aku
meluangkan waktu mengerjakan soal-soal fisika.
Semakin kudalami… entah sejak kapan awalnya dan meskipun malu mengakui pada diri sendiri, tapi fisika ternyata sangat menyenangkan. Bahkan ketika UN, fisika jadi begitu mudah. Lebih mudah dari
matematika. Nilai fisika di ijazah pun cukup tinggi.
Selama ada kemauan, pasti ada jalan
***
SNMPTN.
Bimbel menjamur dimana-mana. Aku
pun mengikuti dua di antaranya. Meskipun capai, tapi aku berusaha bertahan. Ya,
aku harus bersungguh-sungguh.
Tidak kusangka, fisika menarik
perhatianku lebih dari pelajaran lain. Aku sangat tekun mempelajarinya. Kemampuan
analisis soalku pun semakin baik. Dulu aku pikir, kemampuan analisis itu memang bakat. Tapi toh
ternyata bisa juga didapatkan dengan usaha keras.
Aku tidak pernah lagi mengkritik sifat fisika yang suka mengurusi hal-hal tidak penting.
Bukankah Newton dan beberapa penemu besar menjadi
seorang pakar ilmu pengetahuan karena mereka memikirkan hal yang kebanyakan
orang berpikir, “hal itu tidak perlu dipermasalahkan”?
Bahkan aku sangat menikmati mengerjakan soal-soalnya. Setiap
melihat soal, aku selalu ingin mengerjakannya. Dibandingkan pelajaran lain, aku meluangkan
waktu lebih banyak mempelajari fisika.
Ketika SNMPTN berlangsung, di antara kemampuan IPA lain, aku
mengerjakan fisika lebih banyak. Dan
ketika pengumumannya keluar, aku lulus di pilihan pertama. Bukankah itu berarti
jawaban fisikaku kebanyakan benar?
Bisa jadi kamu membenci sesuatu padahal itu baik bagimu
***
Aku tidak menyangka. Sesuatu yang
sangat kubenci, malah menjadi salah satu cita-citaku. Aku ingin sekali menjadi
tentor fisika. Membantu mereka yang jatuh karena fisika. Membantu mereka
membuka hati untuk fisika. Dan membuka mata bahwa fisika tidak seburuk dan
sesulit yang mereka pikirkan, asalkan mereka mau berusaha.
Orang sukses telah belajar menyukai hal yang
tidak mereka sukai
Sudah terlalu banyak yang bilang fisika itu seram, menjengkelkan,
dan lain-lain.
Bagaimana kalau menjadi sedikit yang mengatakan fisika itu
indah, keren, atau menyenangkan? Percayalah, "fisika itu
sangat bersahabat bagi mereka yang bersedia bersahabat dengannya."
-setelah direvisi dari blog A Notes-
-setelah direvisi dari blog A Notes-
wah, wah, kak...
BalasHapusmengharukan sekaaaaali >_<
nah, tuh, kan...
fisika itu menyenangkan!!